Sunday, June 10, 2007

TENTANG KAMPUNG CACA

Kalo kemarin tentang caca yang suka naik andong, sekarang mama caca pingin cerita tentang andong di tempat caca.

Bagi orang-orang di tempat caca, andong emang tidak sebagaimana andong di jogjakarta. Kalo di jogja, andong dipertahankan sebagai bentuk kepedulian terhadap alat transportasi tradisional dan sebagai salah satu daya tarik kota bagi turis-turis yang datang ke sana. Karena bagaimanapun juga, jogja emang kadung ditahbiskan sebagai kota budaya. Jadi apa aja yang ‘nyeni’ dan berbau tradisi akan menjadi nilai tambah baginya.

Beda dengan andong di tempat mama caca. Di sini, andong adalah alat transportasi penting yang -percayalah- tak ada hubungannya dengan turis atau trand mark kota. Andong ada, sebab masyarakat amat membutuhkannya. Di tempat caca, orang mau ke pasar, kondangan, berobat, pengajian atau ke sekolah menggunakan andong sebagai alat transportasi. Biasanya andong-andong itu mangkal sejak jam lima pagi hingga jam lima sore. Setelah jam lima sore, andong-andong itu akan balik ke rumahnya. Dan saat itu giliran bentor yang beroperasi. Jika selepas jam lima sore masih ada andong yang beroperasi, pasti dia akan kena keroyok para sopir bentor. Maklum, semuanya emang kudu sadar tentang berbagi rezeki. Ada waktu dan teritori yang telah disepakati. Dan semuanya akan baik-baik saja jika kesepakatan itu dipenuhi.

Bentor atau becak motor adalah alat transportasi sejenis becak yang dijalankan dengan menggunakan tenaga motor. Beda dengan becak kebanyakan yang dijalankan dengan cara dikayuh atau menggunakan tenaga manusia. Bentor sendiri adalah hasil modifikasi becak model lama yang banyak menguras tenaga pengayuhnya.

Caca emang tinggal di desa. Di tempat caca, jangan harap bisa menikmati saluran televisi selain TVRI jika gak punya parabola. Karena televisi adalah media hiburan yang cukup diandalkan bagi masyarakat sekitar, maka jangan heran, jika di kampung caca, rumah-rumah berdinding anyaman bambu pun memiliki parabola di depan rumahnya. Lha gimana lagi, emang dengan melihat sinetron dengan tokoh bermobil mewah dan berumah megah itulah yang bisa ngelonggarin kesumpekan sehari-hari. Padahal jika hanya mengandalkan siaran TV milik pemerintah, mana bisa menikmati siaran sinetron yang betaburan bintang-bintang ayu dengan penampilan mahalnya.

Tapi ada satu hal yang menarik, diantara keterbatasan transportasi dan akses informasi, ternyata ada banyak pula orang-orang di lingkungan mama caca yang amat peduli dengan perkembangan pengetahuan dan informasi. Di kampung kecil ini, toko buku dengan koleksi ala sosial agency di Jogja survive beberapa tahun terakhir. Yang menurut mama caca sebagai petanda minat baca di kalangan orang muda. So, siapa aja yang tertarik melihat semangat intelektual di sebuah kampung kecil yang hidup berdampingan dengan kekolotan tradisi, silahkan nengok kampung caca. Caca tunggu ya...

2 comments:

Nia said...

Wah, Rayna jd pengen naek andong niy berhub Rayna blm pernah naik andong sama sekali :)

Ryuta Ando said...

Ngebayangin naik andong dipinggiran sawah..trus banyak kicauan burung..aduh jadi seger deh. Caca kampungnya di Pati ya? Dulu temen sekantor Mama Ryu banyak yg orang Pati lho..