Monday, September 16, 2013

MBAH KAKUNG GERAH



Caca dan kika bersedih. Terbilang telah genap seminggu mbah kakung dirawat di rumah sakit Kariadi, Semarang. Biasanya setiap hendak berangkat ke sekolah, caca dan kika selalu sowan mbah kakung terlebih dahulu. Setiap pagi pula mbah kakung akan menyambut kedua cucunya itu dengan senyum mengembang, sebelum kemudian memberikan beberapa koin lima ratusan sebagai uang saku sekolah untuk keduanya.

Selain pagi ketika hendak berangkat sekolah, caca dan kika sowan mbah kakung setiap usai ngaji al Quran ba'da maghrib. Sowan mbah kakung selalu menjadi waktu yang menyenangkan. Mbah kakung gemar mendengarkan cerita caca dan kika. Mbah kakung juga selalu terlihat antusias setiapkali caca dan kika menunjukkan karyanya. Meski kadang karya dua bocah itu hanya berupa gambar atau mainan remeh temeh. Antusiasme mbah kakung terhadap cerita atau karya dua gadis kecil ini rupanya menjadi support tersendiri untuk mereka. "ini bagus. semua karya itu bagus, yang tidak bagus itu yang tidak berkarya." Ujar mbah kakung seraya memegang mainan, tulisan atau gambar yang ditunjukkan oleh caca kika. biasanya mbah kakung duduk di kursi goyang di ruang tengah. sementara kami duduk mengitari beliau. selalu ada hal menarik yang kami bicarakan pada saat-saat seperti itu.

Waktu istimewa bagi caca dan kika adalah malam jum'at. karena libur ngaji, malam jum'at menjadi malam yang agak panjang bagi caca dan kika untuk bisa bergurau dan bercengkerama dengan mbah kakungnya. malam jum'at juga biasa kami gunakan untuk makan malam bersama. meski dengan menu sederhana, di ruang makan yang sederhana pula, namun kebersamaan itulah yang menjadikan makan malam itu menjadi istimewa.

Sejak mbah kakung opname, terhitung tiga hari caca dan kika ikut menungui di rumah sakit, meski harus izin sekolah. kehadiran caca kika agaknya juga cukup berarti bagi mbah kakung. Cerita dan polah kedusnya mampu membuat mbah kakung tersenyum diantara selang infus dan oksigen yang mengitarinya. Doa kami untuk mbah kakung. Semoga beliau diberi kesehatan dan kekuatan. Rindu kami mendengar nasihat dan ilmu dari panjengan.

Monday, January 14, 2013

JEJAK PUTRI SEKARTAJI DI GOA SELOMANGKLENG



Selomangkleng adalah nama yang disematkan untuk sebuah ‘goa’ di kawasan gunung Klothok, Kediri, Jawa Timur. Tidak sebagaimana goa pada umumnya, yang posisinya berada di bawah tanah dan memiliki stalakmit dan stalaktit serta terdapat genangan air atau sungai di bawahnya, Selomangkleng justru lebih mirip bilik yang dibuat dalam sebuah ceruk batu raksasa. Konon, ‘goa’ ini merupakan tempat pertapaan putri Sekartaji setelah ia memutuskan menolak tahta kerajaan Kediri dan memilih ‘mandeg pandito’.

Terdapat dua versi mengenai putri Sekartaji dan motivasinya untuk mengasingkan diri, bertapa di sebuah goa di lereng gunung Klothok itu. Versi pertama menyatakan bahwa, putri yang elok itu memutuskan menyepi setelah menolak lamaran seorang raja dari negeri seberang. Penolakan sang putri disebabkan raja yang menginginkan dirinya itu memiliki wajah dan perangai buruk. Dalam kisah yang diceritakan kembali melalui dongeng kanak-kanak, raja yang berwajah dan berperangai buruk itu disebut sebagai Butho. Konon, sang putri membuat siasat agar sang pelamar tidak pernah sampai di Kediri. Sedangkan versi kedua menyatakan bahwa, sang putri memilih jalan sepi karena menganggap bahwa jalan semedi akan lebih membawa kebaikan bagi kerajaan Kediri dibanding jika ia naik tahta.

Kini, kawasan gunung Klothok tidak lagi sepi seperti saat Sekartaji bersemedi di sana. Gunung klothok kini ramai dikunjungi oleh orang-orang Kediri dan sekitarnya. Selain goa Selomangkleng, lereng gungung Klothok kini padat dengan pemukiman yang berdampingan dengan sebuah Universitas (Universitas Kadiri), museum, kolam renang dan kawasan wisata lainnya.

Setiap liburan, Caca dan Kika selalu saja merengek untuk pulang ke Kediri. Tak ada yang lebih menyenangkan selain bertemu sanak-sodara dan berjalan-jalan bersama. Demikian pula dengan liburan akhir tahun kemarin. Sesaat setelah pulang dari Taman Safari, kembali Caca dan Kika menagih, “Kapan kita ke Kediri? Ketemu bulek Nila, kak Wafa, dek Shenly dan dek Hilwa? Trus jalan-jalan ke gunung klothok?”