Wednesday, August 26, 2009

DALAM HITUNGAN HARI, KULIHAT MAKAM ITU BERTAMBAH LAGI..

Mama caca sering menziarahi pemakaman itu sejak 18 tahun silam. Tepatnya sejak mama caca tamat Sekolah Dasar dan memutuskan menghabiskan masa-masa pasca pendidikan dasar untuk kemudian melanjutnya di Pesantren itu. Dan pemakaman itu menjadi akrab bagi para santri karena di sanalah keluarga pendiri pesantren itu dimakamkan. Masih terbayang dalam pelupuk mata mama caca, setiap hari Jum’at tiba, maka santri yang mendapat giliran akan membacakan ayat-ayat al-Qur’an, doa-doa dan kalimah thoyyibah lainnya di pemakaman itu. Yang kami yakini doa-doa itu akan sampai pada si mayyit dan pahala bacaan itu akan menjadi pahala sang pembaca jua.

Demikian juga ketika pada akhirnya mama caca tamat dan menjadi bagian dari keluarga tersebut, mama caca masih setia menziarahi pemakaman itu. Dan hingga delapan belas tahun berlalu, tak ada yang berubah dari pemakaman itu. Suasananya yang damai, dua buah pohon kamboja yang tak begitu besar yang menaungi tiga buah makam. Ya… ada tiga makam di tempat pemakaman itu. Tiga makam yang terletak agak menyudut. Selebihnya adalah tanah kosong dan sedikit tempat berteduh untuk para peziarah. Makam yang sederhana. Tanpa hiasan atau pernak-pernik yang mengada-ada. Semuanya sangat bersahaja, yang membuat para peziarah seakan terlibat untuk menyemai kesyahduan dan kembali teringat akan asal muasal manusia. Dari tanah, dan akan kembali ketanah. Tanpa harta, jabatan atau perhiasan. ..

Namun, ada yang berubah dalan sebulan ini. Terhitung di akhir bulan Juli hingga pertengahan agustus lalu. Tiba-tiba mendung seolah bergelayut di atas makam itu. Tidak sampai 40 hari, ada 3 makam baru menjulang di atas tempat pemakaman itu. Tentu menjadi biasa jika itu adalah tempat pemakaman umum. Tapi pemakaman itu hanya dikhususkan bagi bersemayamnya jenazah-jenazah dari sebuah keluarga. Dan dalam satu bulan ada tiga nisan baru di tempat pemakaman itu.

Jika sejak delapan belas tahun hingga dua bula lalu di tempat pemakaman itu hanya hanya ada tiga makam, kini ada tiga nama baru yang tertulis di atas batu nisan. Dan tanah di atas tiga makam itu masih tampak merah. Demikian pula bunga-bunga yang terlihat masih basah. Kedukaan membayang diwajah orang-orang yang ditinggalkan. Begitu bertubinya cobaan itu. Pertama adalah kehilangan seorang adik yang wafat setelah berjuang melawan tumor otak. Lalu sepuluh hari kemudian ibunda tercinta menyusul di panggil keharibaan-Nya. Dan hanya dua minggu berselang giliran ananda tercinta berpulang setelah sebuah kecelakaan merenggutnya.

Kulihat air mata masih memenuhi pemakaman itu. Hingga tubuh yang terbujur kaku terhalangi tanah dan debu. Tak kuasa aku menahan haru. Hanya kepada Tuhan aku mengaku. Betapa hatiku ikut lebur dalam duka yang mendalam itu. Kucoba menengadah ke angkasa biru. Tuhan… begitu berat cobaanmu atas orang-orang sholeh itu. Orang-orang sholeh para pecinta ilmu. Yang senantiasa mengajak manusia di sekitarnya untuk kembali ke jalan-Mu. Inikah bukti kuasa tanpa tanding milik-Mu, yang menjadikan cobaan sebagai berkah ampunan dan kenikmatan menggapai ridlo-Mu.

Tuhan.. ampuni aku. Yang masih juga tak kuasa melihat duka di mata para pecinta ilmu itu. Ampuni aku, ampuni setiap jejak langkah orang-orang yang telah menghadap-Mu, ampuni setiap dosa dan khilaf guru-guruku. Meski dosa itu hanya serupa titik debu.
Dan setelah delapan belas tahun, di awal ramadlan kali ini kudapati makam itu telah bertambah tiga lagi. Hanya dalam hitungan hari. Semoga keteguhan dan kekuatan hati menjadi milik orang-orang yang mendapat cobaan ini. Sebagai tanda kasih sayang dan bertambahnya derajat bagi orang-orang yang selalu Alloh kasihi. Amin.