Saturday, June 30, 2007

CATATAN SEPANJANG JALAN

Kemarin mama caca pulkam alias pulang kampung. Pulang kampung kali ini emang sekalian ngajak caca jalan-jalan ke kampung halaman mamanya. Maklum, caca lagi libur panjang. Pertengahan Juli nanti play groupnya baru masuk lagi.
“Wah, play groupnya ketutupan terus ya...” Celetuk caca.
Di Kediri caca bisa berhaha..hihi.. bareng saudara-saudara kecilnya yang jarang-jarang bisa ketemu. Bisa main air juga di kolam renang khusus buat batita. Asyik...

Sebelum jadi orang Pati, mama caca emang asli Kediri. Sebuah kota di provinsi Jawa Timur. Masih enam jam perjalanan jika ditempuh melalui jalan darat dari kampung caca di Pati. Sepanjang perjalanan hujan tak henti mengguyur. Heran juga, padahal menurut hitungan versi perkiraan cuaca dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam jaman SD dulu, bulan Juni masuk dalam musim kemarau. Tapi beberapa tahun terakhir, kategori musim kemarau dan musim hujan memang tak lagi bisa dikelompokkan menjadi enam bulan musim hujan, enam bulan musim kemarau. Orang bilang ini salah satu dampak pemanasan global yang bikin suasana bumi tak lagi nyaman dan teratur. Tapi gak tahulah, rupanya alam bikin aturannya sendiri. Banjir dan gempa datang di tempat yang tak biasa.

Ada catatan selama perjalanan melalui rute Pati-Rembang-Tuban-Babat-Jombang-Kediri. Tapi catatan kali ini sama sekali tak ada hubungannya dengan caca. Hanya catatan iseng mama caca sepanjang perjalanan sebelum sampai ke kota tujuan. Pertama adalah tentang jalanan yang berlubang. Entah, setiap kali pulkam, mama caca merasa jalan-jalan itu –terutama di sepanjang pantura- emang enggak pernah mulus. Selalu berlubang dan membahayakan. Apalagi di musim penghujan. Dan karena bahaya yang mengintip para pengguna jalan akibat lubang-lubang jalan tertutup air, banyak pula yang memanfaatkan kondisi itu untuk mencari tambahan nafkah dengan cara berdiri berhujan-hujan di sekitar lubang-lubang yang berbahaya. Biasanya mereka berkelompok, berdiri memberi peringatan para pengguna jalan dengan mengacungkan bendera. Yach, sama-sama untung lah, kita dibantu agar tak terperosok, mereka minta imbalan atas jasanya.

Catatan kedua tentang perahu-perahu nelayan yang tertambat sepanjang pantai Rembang-Tuban. Rupanya hujan yang disertai gemuruh petir dan angin tak bersahabat buat para nelayan. Akhirnya, kapal-kapal kecil mereka mesti berhenti berlayar. Libur mencari ikan. Mama caca cuma berdoa dalam hati, semoga mereka tetap bisa mencari makan. Dengan cara yang halal tentu saja. Amin.

Catatan berikutnya tentang rel kereta dan pabrik gula. Ini sebenarnya catatan iseng aja. Mama caca ingin mencatatnya karena banyaknya nasib kereta api yang sering anjlok. Usut punya usut, disepanjang jalan yang dilalui mama caca, jalan kereta api itu konon semuanya peninggalan zaman Belanda. Pantesan sering anjlok, emang udah sepuh usianya.

Demikian juga pabrik gula, tak satu pun yang dibangun pada zaman Republik (pinjam istilah para veteran). Mungkin, pada zamannya, pabrik-pabrik gula itu amat berjasa bagi kantong Belanda. Tapi lihatlah sekarang, banyak yang udah pada kolaps. Peralatan yang makin usang, petani tebu yang kian tahun kian berkurang penghasilan. Harga pupuk yang selangit. Dan tentu saja harga gula yang tak stabil. Sekarang pun di pati sedang musim panen tebu. Tapi entahlah, tiap kali panen tiba, harga emang selalu begitu..

Di Pati sendiri dulu ada dua pabrik gula. Dua-duanya dibangun pada zaman belanda. Tapi sekarang tinggal satu yang beroperasi. Demikian pula PG atau pabrik gula di Rembang, Tuban, Jombang dan Kediri, usianya setengah abad lebih tua daripada Republik ini.
Lho, kok semuanya dibangun pada zaman Belanda? Trus apa dong di zaman kita?
(kalimat yang terakhir ini, tentu bukan pertanyaan caca, soalnya belum ada pelajaran sejarah di play groupnya. Hehe..)

No comments: