Wednesday, December 9, 2009

UBAN DIUSIA TIGA PULUH

Tanggal dua puluh satu November silam mama caca genap berusia tiga puluh tahun. Tak terasa hidup berlalu begitu cepatnya. Sepertinya baru kemarin mama caca merasai usia yang beranjak kepala dua. Ternyata saat-saat itu telah terlampaui sepuluh tahun silam. Angka kepala dua mama caca lalui ketika kuliah di Jogja. Memasuki usia kepala dua mama caca tandai dengan menyusuri ruas jalan Malioboro dan berpose sebagai kenangan jika suatu waktu mama caca rindu melihat kembali binar diakhir usia Sembilan belas tahun. Sekedar ingin menandai dan membuat sebuah petanda. Tak kurang dan tak lebih.
Dan nyatanya waktu memang demikian cepat berlalu. Tak ada yang terlalu istimewa di hari itu, ketika waktu usia telah merambat kepala tiga. Seperti biasa mama caca mengawali hari dengan doa, menghadap Sang Pencipta di pagi buta. Lalu membersihkan diri dan berdandan sekedarnya. Tapi entah, mungkin inilah petanda hari ditanggal dua puluh satu November itu, bahwa mama caca tak lagi muda. Ketika usai mandi dan menyisir rambut, seuntai uban tiba-tiba menyembul di rambut bagian depan. Mama caca tertegun sejenak. Lalu segera mencabut uban itu. Menimangnya sebentar sambil bergumam dalam hati. Uban bukan kutukan bagi perempuan. Uban hanyalah peringatan bahwa ada harga dalam setiap waktu yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Tak ada yang abadi di dunia ini. Warna rambutpun tak bisa dibodohi.
Tuhan, terimakasih untuk semua yang telah kau berikan. Selanjutnya, Jadikanlah aku dan keluargaku makhluk yang kau ridloi, yang kau sayangi dan berikanlah akhir yang baik untuk setiap perjalanan hidup Kami. Amin. Dan semuanya Hanya atas ridloMu ya.. Alloh..

Wednesday, September 9, 2009

KADO DI TAS MAMA CACA

Terhitung sejak awal agustus lalu mama caca punya status baru. Yakni mahasiswi magister ilmu hukum di Universitas Diponegoro. Status ini membawa konsekuensi bagi mama caca sekeluarga. JIka dulu setiap hari caca dan kika bobok ma mama caca, kini setiap akhir pekan mereka mesti merelakan mamanya tidak menemani tidur mereka. Maklum, jarak antara tempat tinggal mama caca dan kota semarang cukup jauh. Butuh waktu 3-4 jam untuk sampai ke ibu kota propinsi jawa tengah itu. Dan di kota itulah universitas Diponegoro terletak. Padahal kuliah bisa berlangsung ampe pukul 8 malam, dan keesokan paginya dimulai pukul 8 pagi. Jadilah tiap akhir pekan mama caca mesti menghabiskan hari jauh dari dua cewek yang lucu-lucu itu.

Yang jelas mama caca amat bersyukur atas kesempatan yang diberikan abah caca sehingga mama caca bisa bersekolah lagi. Dan tentu terimaksih pula untuk anak-anak mama caca yang merelakan mamanya beraktivitas.

Ada kebiasaan unik sejak mama caca kuliah lagi. Seringkali ketika malam hari mama caca sedang menyiapkan bekal untuk kuliah dan bermalam di semarang, caca ikut menunggui dan membantu mama caca. Biasanya dia membantu melipat kerudung seraya bercerita tentang teman-temannya atau bertanya tentang ini itu. Uniknya setelah sampai di semarang, selalu saja ada barang yang nggak tercatat dalam list mama caca tapi masuk juga ke dalam tas itu. Dan biasanya barang-barang itu adalah mainan caca atau kika.

Usut punya usut, ternyata caca sengaja memasukkan barang-barang itu ke dalam tas mama caca buat kejutan.

“Biar mama kaget kalo sampe di sekolah, biar kayak di TV-TV” Ujarnya riang.
Ada-ada aja.

“Pasti terinspirasi iklan Bebelac” komentar mama caca dalam hati.

Wednesday, August 26, 2009

DALAM HITUNGAN HARI, KULIHAT MAKAM ITU BERTAMBAH LAGI..

Mama caca sering menziarahi pemakaman itu sejak 18 tahun silam. Tepatnya sejak mama caca tamat Sekolah Dasar dan memutuskan menghabiskan masa-masa pasca pendidikan dasar untuk kemudian melanjutnya di Pesantren itu. Dan pemakaman itu menjadi akrab bagi para santri karena di sanalah keluarga pendiri pesantren itu dimakamkan. Masih terbayang dalam pelupuk mata mama caca, setiap hari Jum’at tiba, maka santri yang mendapat giliran akan membacakan ayat-ayat al-Qur’an, doa-doa dan kalimah thoyyibah lainnya di pemakaman itu. Yang kami yakini doa-doa itu akan sampai pada si mayyit dan pahala bacaan itu akan menjadi pahala sang pembaca jua.

Demikian juga ketika pada akhirnya mama caca tamat dan menjadi bagian dari keluarga tersebut, mama caca masih setia menziarahi pemakaman itu. Dan hingga delapan belas tahun berlalu, tak ada yang berubah dari pemakaman itu. Suasananya yang damai, dua buah pohon kamboja yang tak begitu besar yang menaungi tiga buah makam. Ya… ada tiga makam di tempat pemakaman itu. Tiga makam yang terletak agak menyudut. Selebihnya adalah tanah kosong dan sedikit tempat berteduh untuk para peziarah. Makam yang sederhana. Tanpa hiasan atau pernak-pernik yang mengada-ada. Semuanya sangat bersahaja, yang membuat para peziarah seakan terlibat untuk menyemai kesyahduan dan kembali teringat akan asal muasal manusia. Dari tanah, dan akan kembali ketanah. Tanpa harta, jabatan atau perhiasan. ..

Namun, ada yang berubah dalan sebulan ini. Terhitung di akhir bulan Juli hingga pertengahan agustus lalu. Tiba-tiba mendung seolah bergelayut di atas makam itu. Tidak sampai 40 hari, ada 3 makam baru menjulang di atas tempat pemakaman itu. Tentu menjadi biasa jika itu adalah tempat pemakaman umum. Tapi pemakaman itu hanya dikhususkan bagi bersemayamnya jenazah-jenazah dari sebuah keluarga. Dan dalam satu bulan ada tiga nisan baru di tempat pemakaman itu.

Jika sejak delapan belas tahun hingga dua bula lalu di tempat pemakaman itu hanya hanya ada tiga makam, kini ada tiga nama baru yang tertulis di atas batu nisan. Dan tanah di atas tiga makam itu masih tampak merah. Demikian pula bunga-bunga yang terlihat masih basah. Kedukaan membayang diwajah orang-orang yang ditinggalkan. Begitu bertubinya cobaan itu. Pertama adalah kehilangan seorang adik yang wafat setelah berjuang melawan tumor otak. Lalu sepuluh hari kemudian ibunda tercinta menyusul di panggil keharibaan-Nya. Dan hanya dua minggu berselang giliran ananda tercinta berpulang setelah sebuah kecelakaan merenggutnya.

Kulihat air mata masih memenuhi pemakaman itu. Hingga tubuh yang terbujur kaku terhalangi tanah dan debu. Tak kuasa aku menahan haru. Hanya kepada Tuhan aku mengaku. Betapa hatiku ikut lebur dalam duka yang mendalam itu. Kucoba menengadah ke angkasa biru. Tuhan… begitu berat cobaanmu atas orang-orang sholeh itu. Orang-orang sholeh para pecinta ilmu. Yang senantiasa mengajak manusia di sekitarnya untuk kembali ke jalan-Mu. Inikah bukti kuasa tanpa tanding milik-Mu, yang menjadikan cobaan sebagai berkah ampunan dan kenikmatan menggapai ridlo-Mu.

Tuhan.. ampuni aku. Yang masih juga tak kuasa melihat duka di mata para pecinta ilmu itu. Ampuni aku, ampuni setiap jejak langkah orang-orang yang telah menghadap-Mu, ampuni setiap dosa dan khilaf guru-guruku. Meski dosa itu hanya serupa titik debu.
Dan setelah delapan belas tahun, di awal ramadlan kali ini kudapati makam itu telah bertambah tiga lagi. Hanya dalam hitungan hari. Semoga keteguhan dan kekuatan hati menjadi milik orang-orang yang mendapat cobaan ini. Sebagai tanda kasih sayang dan bertambahnya derajat bagi orang-orang yang selalu Alloh kasihi. Amin.

Saturday, June 27, 2009

MENGENAL INDONESIA LEWAT MATA SEORANG BOLANG

Siapa tak kenal bolang. Nama yang memerankan tokoh bocah dari berbagai daerah di Indonesia. Melalui kisah si Bolang, mereka berbincang tentang berbagai kekhasan yang ada di daerahnya. Apa saja, entah itu makanan, permainan maupun ketrampilan khas yang sudah sangat jarang dimiliki oleh anak-anak pada umumnya, khususnya mereka yang tinggal di perkotaan.

Mungkin tulisan ini agak mirip promosi gratis buat Trans 7. Tapi mama caca amat bersyukur caca gemar melihat si Bolang. Bagaimanapun Bolang dengan segala tingkah lakunya merupakan protret anak Indonesia yang amat dekat dengan alam dan lingkungannya. Mereka amat trampil membuat mainan-mainan dari lingkungan sekitarnya. Mulai pelepah daun pisang, bambu, pohon ubi kayu, lumpur, sungai, laut bahkan kepiting dan kalajengking. Semuanya, segala yang ada disekitarnya adalah tempat untuk bermain dan belajar.

Sungguh menakjubkan melihat mereka, anak-anak kecil dalam cerita si bolang itu dapat menebang pohon pisang, bamboo atau rotan dengan teknik yang agaknya sudah amat mereka kuasai. Karena siapapun tahu bukan hal mudah melakukan hal itu. Bahkan bagi orang dewasa yang tinggal di perkampungan seperti mama caca sekeluarga.
Ketrampilan yang berkaitan dengan alam yang dimiliki teman-teman si Bolang mengingatkan mama caca pada lingkungan di sekitar kampong mama caca. Kajen, sebuah desa yang terletak di wilayah kabupaten Pati. Jawa Tengah. Meski berjarak 45 menit perjalanan dari pusat kota kabupaten, tapi kajen adalah kampong yang amat padat. Gang-gang kecil yang berkelok-kelok. Selalu ada rumah di belakang sebuah rumah. Tak ada lagi sawah. Hanya ada sedikit lahan kosong.

Suatu ketika, seusai melahirkan Kika, mama caca harus menyelenggarakan selamatan selapan (36 hari) kelahiran Kika. Menurut tradisi yang ada, dalam acara selamatan selapan hari kelahiran bayi, harus disertakan kupat dan lepet. Dua jenis makanan itu tak boleh alpa karena menyangkut nilai filosofis yang dalam tradisi jawa berkaitan dengan selamatan itu sendiri.

Padahal dua jenis makanan itu, kupat dan lepet, adalah jenis makanan yang mesti dibungkus dengan daun kelapa muda atau janur. Kebetulan ada beberapa pohon kelapa di kebun abah caca. Persoalannya, siapa yang bisa memanjat pohon kelapa untuk mengambil janur itu? HERAN JUGA!! Ternyata di kampong mama caca tak ada yang mengaku bisa memanjat pohon kelapa. Bahkan para santri pun ketika ditanya, siapa yang bisa memanjat pohon kelapa. Semuanya menggelengkan kepala. Seorang tetangga bercerita, dulu ada orang kajen yang biasa dimintai tolong memanjat kelapa. Tapi sekarang orang itu telah pindah ke Kalimantan.

Dan mesti akhirnya mama caca membeli janur itu di pasar, ada yang berkecamuk dalam dada mama caca. Betapa ketrampilan paling minimal yang dulu pasti dimiliki oleh orang-orang kampong, kini telah menjadi barang langka. Mungkin mama caca tak heran jika orang yang hidup dikota-kota besar tak bisa memanjat kelapa. Tapi jika itu adalah orang-orang di kampong yang seharusnya lebih akrab dengan alam sekelilingnya, tentu agak disayangkan.

Entahlah, mama caca rasa kita memang selalu terlihat gagap dalam melihat apa saja. Bahasa Inggris kita tak mahir, tapi bahasa kromo hinggil kita juga belepotan. Membaca kitab kuning kita masih kesulitan, mempelajari sains kita gelagapan. Membuat robot kita tak mampu, memanjat pohon kelapa pun kita tak bisa. Sungguh, apa sebenarnya yang sedang kita pelajari. Kemampuan apa yang sebenarnya kita miliki. Atau kita memang hanya layak menjadi bangsa yang terbata-bata!!

Si Bolang, ajari kami mengenal lingkungan serta mencintai alam di sekitar kami. Ajari pula kami hidup dan bangga atas apa yang kami miliki…

Thursday, May 28, 2009

KETERTARIKAN KIKA

Kika kini berusia lima belas bulan. 14 Februari kemarin baby girl itu tepat berusia satu tahun. Rasa penasarannya kian membuncah. Kika mulai penasaran dengan apa pun yang ada di sekelilingnya.

Dulu, ketika caca masih seusia Kika, mama caca gemar membelikan caca berbagai mainan yang menurut mama caca adalah jenis mainan educative. Tapi setelah mama caca menyodorkan mainan-mainan itu buat caca –begitu pula KIka- mama caca sadar, bahwa mainan-mainan itu mungkin penting dan menambah ketrampilan mereka. Tapi bagi bocah-bocah kecil itu mungkin tak ada yang lebih menarik ketimbang apapun yang ada di sekitarnya. Menarik laci-laci atau mencoba mengulik berbagai tombol atau kabel yang membahayakan menurut orang dewasa, adalah hal yang paling menarik untuk dilakukan lagi dan lagi…

Kadang jika melihat Kika sedang memenuhi rasa keingintahuannya tanpa rasa takut, mama caca jadi teringat sebuah buku, “Dunia Shofi.” Buku yang mengajak pembaca memahami filsafat melalui kisah seorang gadis 14 tahun yang bernama Shofi. Buku yang bersetting Norwegia itu mengatakan bahwa ketertarikan seorang filosof terhadap alam semesta adalah sebagaimana layaknya keingintahuan kanak-kanak. Bagaimana dengan logikanya, seorang batita menjumput bara api dan merasainya tanpa prasangka. Namun kemudian melemparnya seraya menjerit setelah tahu bahwa bara itu panas. Demikian juga seorang filosof yang mempelajari sesuatu. Dia akan mempertanyakan apapun yang ada di sekelilingnya sebagaimana seorang bayi yang baru mengenal dunia.

Nyatanya, tiap kali mama caca menyaksikan caca dan kika yang mulai tumbuh. Mama caca membenarkan perumpamaan yang di buat oleh pengarang ”Dunia Shofi” yang juga menulis buku Mistery Soliter “itu. Dunia kanak-kanak memang dunia yang penuh keingintahuan.