Tuesday, October 28, 2008

NENEK ITU MENGAMUK DI DALAM KELAS…

Mama caca mungkin sering mengeluh karena tidak memiliki kesempatan menyekolahkan caca di tempat yang –paling tidak- sebaik yang diimpikan. Tapi beberapa saat lalu, ada sebuah kejadian yang membuat mama caca melihat kenyataan ini dari sisi yang lain.

Semuanya berawal ketika mama caca menjemput caca sekolah. Alhamdulillah, terhitung sejak ramadlan kemarin, caca bersedia tidak ditunggui. Meski mungkin dengan berat hati. Mama caca tiba ketika kelas sudah hampir usai. Mama caca duduk bersama ibu-ibu lain di atas teras di depan kelas. Biasanya, ketika hendak mengakhiri pelajaran, para guru mengulas apa yang disampaikan hari itu sembari melontarkan beberapa pertanyaan.
“Siapa yang tahu huruf A?”
guru bertanya dengan suara lantang. Bagi murid yang mampu menjawab, berarti dia berhak untuk pulang duluan.

Ketika situasi itu berlangsung di dalam kelas, tanpa disangka tiba-tiba seorang nenek nyelonong memasuki kelas dan menyeret seorang teman caca sambil memukul pantat dan menjewer telinga bocah kecil itu.
“Hayo.. awas kamu yaa, kalo ditanya bu guru gak mau jawab. Gak kapok kamu kalo gak pukul kayak gini. Ayo jawab pertanyaan bu guru..”
Nenek-nenek itu berteriak dengan bahasa jawanya sambil tak henti memukul cucunya. Sementara sang cucu lari pontang-panting menyelamatkan diri dari amukan si nenek. Situasi kelas agak gaduh. Sang cucu berhasil keluar dari kelas. Dan si nenek mengejarnya.

Ibu-ibu yang menyaksikan peristiwa itu sontak menjerit-jerit agar nenek itu menghentikan perilaku buruknya. Sementara sang cucu menangis semakin keras “udah mbah, kapok aku mbah...kapok aku mbah...”
Para guru un ikut turun tangan agar si nenek menghentikan pukulannya. Akhirnya si nenek menurut dan cucu itu pun digiring masuk kelas kembali.

Mama caca mengelus dada. Betapa beratnya menjadi guru di tempat seperti ini. Dengan para wali murid yang masih memiliki kesadaran tentang arti dan tujuan sebuah pendidikan demikian rendah.

Ketika kelas telah usai, mama caca menghampiri sang guru. Bu Ros namanya. Beliau tersenyum sambil berujar. “Itulah bu, wali murid di sini. Guru-guru harus memiliki kesabaran dan niat berjuang yang tinggi, kalo tidak, kondisi anak-anak itu akan semakin parah.” Mama caca menyalaminya dengan perasaan bercampur aduk.

2 comments:

Kamilia said...

wah ketemu lagi nih dengan cerita caca, dunia yang jauh jadi selebar daun kelor kalo sudah gini nih, duh kasian ya anak tersebut, masih kecil udah stress duluan, jadi mengingatkan saya dengan newsletternya hypnoparenting yang pernah saya baca, bahwa kita semua belum berpengalaman mendidik anak, jadi jangan samakan cara mendidik anak kita dengan bagaimana orangtua kita mendidik kita dahulu, ya...terkadang orangtua terlalu menuntut anak pada apa yang belum dimengerti dalam kamus pikirannya, tapi kita lupa untuk berusaha memahami apa yang dia fikirkan saat itu. semoga kita dapat dengan sabar untuk bisa memahami bahasa anak-anak kita ya mbak...hari ini hilda terima raport nih, sekalian ketemu dengan gurunya, entah minggu ini agak moody dia, mungkin karena sabtu minggu ditinggal kerja sama bapaknya kali jadi bete, karena biasanya libur sering kita ajak ke main ke taman, gelar tikar sendiri sementara dia main di playground secapeknya...hehehe salam dari hilda ya buat caca. :)

bundanya i-an said...

miris banget... aku gak ngebayanginnya seberapa tertekannya anak itu.. hmmm