Saturday, June 27, 2009

MENGENAL INDONESIA LEWAT MATA SEORANG BOLANG

Siapa tak kenal bolang. Nama yang memerankan tokoh bocah dari berbagai daerah di Indonesia. Melalui kisah si Bolang, mereka berbincang tentang berbagai kekhasan yang ada di daerahnya. Apa saja, entah itu makanan, permainan maupun ketrampilan khas yang sudah sangat jarang dimiliki oleh anak-anak pada umumnya, khususnya mereka yang tinggal di perkotaan.

Mungkin tulisan ini agak mirip promosi gratis buat Trans 7. Tapi mama caca amat bersyukur caca gemar melihat si Bolang. Bagaimanapun Bolang dengan segala tingkah lakunya merupakan protret anak Indonesia yang amat dekat dengan alam dan lingkungannya. Mereka amat trampil membuat mainan-mainan dari lingkungan sekitarnya. Mulai pelepah daun pisang, bambu, pohon ubi kayu, lumpur, sungai, laut bahkan kepiting dan kalajengking. Semuanya, segala yang ada disekitarnya adalah tempat untuk bermain dan belajar.

Sungguh menakjubkan melihat mereka, anak-anak kecil dalam cerita si bolang itu dapat menebang pohon pisang, bamboo atau rotan dengan teknik yang agaknya sudah amat mereka kuasai. Karena siapapun tahu bukan hal mudah melakukan hal itu. Bahkan bagi orang dewasa yang tinggal di perkampungan seperti mama caca sekeluarga.
Ketrampilan yang berkaitan dengan alam yang dimiliki teman-teman si Bolang mengingatkan mama caca pada lingkungan di sekitar kampong mama caca. Kajen, sebuah desa yang terletak di wilayah kabupaten Pati. Jawa Tengah. Meski berjarak 45 menit perjalanan dari pusat kota kabupaten, tapi kajen adalah kampong yang amat padat. Gang-gang kecil yang berkelok-kelok. Selalu ada rumah di belakang sebuah rumah. Tak ada lagi sawah. Hanya ada sedikit lahan kosong.

Suatu ketika, seusai melahirkan Kika, mama caca harus menyelenggarakan selamatan selapan (36 hari) kelahiran Kika. Menurut tradisi yang ada, dalam acara selamatan selapan hari kelahiran bayi, harus disertakan kupat dan lepet. Dua jenis makanan itu tak boleh alpa karena menyangkut nilai filosofis yang dalam tradisi jawa berkaitan dengan selamatan itu sendiri.

Padahal dua jenis makanan itu, kupat dan lepet, adalah jenis makanan yang mesti dibungkus dengan daun kelapa muda atau janur. Kebetulan ada beberapa pohon kelapa di kebun abah caca. Persoalannya, siapa yang bisa memanjat pohon kelapa untuk mengambil janur itu? HERAN JUGA!! Ternyata di kampong mama caca tak ada yang mengaku bisa memanjat pohon kelapa. Bahkan para santri pun ketika ditanya, siapa yang bisa memanjat pohon kelapa. Semuanya menggelengkan kepala. Seorang tetangga bercerita, dulu ada orang kajen yang biasa dimintai tolong memanjat kelapa. Tapi sekarang orang itu telah pindah ke Kalimantan.

Dan mesti akhirnya mama caca membeli janur itu di pasar, ada yang berkecamuk dalam dada mama caca. Betapa ketrampilan paling minimal yang dulu pasti dimiliki oleh orang-orang kampong, kini telah menjadi barang langka. Mungkin mama caca tak heran jika orang yang hidup dikota-kota besar tak bisa memanjat kelapa. Tapi jika itu adalah orang-orang di kampong yang seharusnya lebih akrab dengan alam sekelilingnya, tentu agak disayangkan.

Entahlah, mama caca rasa kita memang selalu terlihat gagap dalam melihat apa saja. Bahasa Inggris kita tak mahir, tapi bahasa kromo hinggil kita juga belepotan. Membaca kitab kuning kita masih kesulitan, mempelajari sains kita gelagapan. Membuat robot kita tak mampu, memanjat pohon kelapa pun kita tak bisa. Sungguh, apa sebenarnya yang sedang kita pelajari. Kemampuan apa yang sebenarnya kita miliki. Atau kita memang hanya layak menjadi bangsa yang terbata-bata!!

Si Bolang, ajari kami mengenal lingkungan serta mencintai alam di sekitar kami. Ajari pula kami hidup dan bangga atas apa yang kami miliki…